Subuh berlalu.
Tapi jasad ini masih kaku,
buntu.
memikirkan akan sebuah 'Munajat Cinta'
yang diterima di dinding, Mukabuku.
Malam ini ku sendiri
tak ada yang menemani
seperti malam malam
yang sudah sudah
Hati ini selalu sepi
tak ada yang menghiasi
seperti cinta ini
yang slalu pupus
Tuhan kirimkanlah aku
kekasih yang baik hati
yang mencintai aku
apa adanya…
Mawar ini semakin layu
tak ada yang memiliki
seperti aku ini
semakin pupus…
Aku tahu munajat itu dari siapa.
Dan aku tahu apa yang dia rasa.
Dan aku tahu semua tahu yang dia hiba.
Namun aku juga tahu salahku tak seberapa.
Tak perlu lah dia menduga dengan membuta.
Mengkembur kata ikut suka.
Tanpa usul periksa.
Terpingaku.
Tak terkataku.
Dan mengapa
perlu dia menghebohkan semua.
Seolah aku pendosa pendusta terhebat dunia
yang paling hina selama di sisinya.
Ya!
Aku berdusta!
Dan seolah dusta ini adalah dosa terbesar dan terakhir yang
melayakkan aku untuk di campak bersama cinta setia ke neraka.
Tiada kesempatan untuk membersihkan yang telah tercela dan dicela.
Aku tiada daya.
2 comments:
pendusta itu ada pd semua,
sesungguhnya dusta itu dosa,
dan apabila jiwa dan raga diduga,
trserah siapa yg lebih menilainya,
tetapi,
sehingga bila dusta itu ada dlm jiwa?
sehingga hati tidak mampu berkata,
dan mulut berat untuk berbicara,
terpaksa lah mendustai,
demi menjaga hati yang dicintai.
Post a Comment